Monday, January 25, 2010

KIRANA TELAH SEMBUH

~To all the Harvest Moon Fans: I'm terribly sorry for this inconvenience, this is my school project, where every students must submit a short-story in Bahasa Indonesia. I'm really-really sorry I use this spot which belongs to our precious Harvest Moon articles for my school project. Hope you forgive me. ^_^ ~





KIRANA TELAH SEMBUH


Di pinggir kota yang tenang dan damai, ada seorang gadis kecil berpita merah jambu bernama Kirana. Ia senang bermain di taman dekat rumahnya selayaknya hari ini. Kirana tengah bermain dengan bola kesayangannya. Dilemparkannya hingga bola itu memantul kembali padanya. Magis sekali. Ya, memang, apa saja bisa terjadi di kota kecil ini.

Maka jangan terkejut ketika Kirana menemukan seorang peri yang amat cantik di balik dedaunan. Kirana memandang peri itu dengan hati-hati. Sayapnya tersangkut di duri sebuah mawar. Kirana memajukan telunjuknya mendekati sayap sang peri yang sedang menangis, dan dengan mudahnya sayap peri itu pun terbebas dari duri mawar yang menawannya.

“Oh, terima kasih sekali gadis kecil. Hatimu begitu baik. Begitu bersih. Rasa-rasanya jarang sekali aku dapat menemui seseorang sebaik hati ini setelah lewat dari beberapa tahun tak pernah ada yang menolongku. Katakan, katakan apa yang kau inginkan. Aku akan mengabulkannya jika itu tak menyusahkan orang lain!”

Kirana tertegun, lalu ia tersenyum. Dipandangnya peri yang sekarang nampak begitu senang.

“Jadi?” tanya peri itu lagi. “Sudah menentukan keinginanmu?”

Kirana menggeleng. Jujur saja, ia tak berpikir sedari tadi. Ia hanya kagum memandangi peri itu melompat-lompat ringan dari satu daun ke daun lagi. Seperti cerita ibu, para peri memang amat cantik ... Begitu disayangkan, kau hanya bisa melihat mereka ketika kau masih kecil. Sangat sedikit orang dewasa yang masih bisa melihat peri. Hanya orang seperti ibu. Bahkan ayah tidak bisa.

Ayah. Pikir Kirana. Ke mana ayah pergi?

Sang peri terdiam memandang Kirana. Ia tahu Kirana bingung menentukan pilihannya. Lalu peri itu berdoa dengan serius. Peri itu meminta bantuan, menanyakan jawaban. Apa yang harus ia lakukan untuk Kirana? Anak itu telah membantunya, sepantasnya ia membalas budi!

Tiba-tiba sebuah ide melintas di kepala sang peri. Ia menjentikkan jarinya dan sebuah tongkat berada dalam genggamannya.

“Gadis kecil, karena kebaikan hatimu, kau pantas mendapatkan hadiah dariku. Berhati-hatilah memakainya, kau membutuhkan kebijaksanaan. Gunakanlah waktu dari hidupmu untuk memperbaiki yang telah rusak.” peri itu mengibaskan tongkatnya dan membuat tangan Kirana sekilas nampak begitu bercahaya.

“Apa maksudmu, Peri?” tanya Kirana penasaran. Matanya membulat besar.

“Sembuhkanlah yang dapat kau sembuhkan, Gadis kecil.” maka peri itu pun menunduk dan hilang. Kirana menarik napas. Ia masih belum begitu mengerti kata-kata sang peri, namun Kirana mulai berjalan, pergi dari taman.

Bagaimana tepatnya cara menyembuhkan? Pikir Kirana. Ia pernah mendengar tentang pekerjaan dokter, tapi ia tak tahu bagaimana persisnya seorang dokter bekerja. Ia masih begitu kecil ... Kirana tidak mengetahui hal-hal yang rumit ...

Kirana berjalan membawa bola kesayangannya ketika ia melewati rumah Ibu Arum. Apa yang terjadi? Oh, amat parah kelihatannya. Halaman rumah Ibu Arum belum pernah terlihat begini berantakan.

“Selamat siang, Bu Arum.” sapa Kirana.

“Siang, Kirana.” sahut Bu Arum sedih. “Oh, apa kau melihat halamanku, Kirana? Aku tak tahu apa yang terjadi! Mawar, delima, melati, kembang sepatu, anggrek, semua bungaku hancur berantakan! Kini tak bisa lagi tanaman-tanaman kesayanganku menyegarkan hati mereka yang melewatinya ...”

Sedih. Bu Arum terlihat begitu sedih. Kirana juga menjadi sedih. Ia tak bisa membayangkan hari-hari pergi ke sekolah tanpa memandang halaman Bu Arum yang bersih dan begitu asri.

Dengan hati-hati, Kirana menyatukan kedua tangannya, berdoa. Ia memohon agar ia mempunyai kekuatan menyembuhkan. Kirana memang tidak tahu caranya berkebun, tapi ia ingin membantu Bu Arum. Sebuah kemauan pasti dapat mengalahkan banyak hambatan!

Maka, Kirana menyentuh tanaman-tanaman yang layu itu satu per satu, hingga semuanya mekar kembali. Betapa indahnhya! Warna-warna yang begitu alami itu mengembang satu per satu, hingga taman Bu Arum terlihat begitu rimbun, jauh lebih indah daripada dahulu!

“Terima kasih, Kirana! Kau begitu baik! Aku rasa, seorang gadis ajaib sepertimu pasti pernah menemui seorang peri yang baik hati juga!”

Kirana tersenyum. Ia lalu menceritakan tentang kemampuannya menyembuhkan.

“Wah, itu sangat bagus Kirana!” puji Bu Arum. Matanya bersinar cerah memandang Kirana. “Sebaiknya kau pergi menyembuhkan lebih banyak lagi! Sembuhkanlah mereka yang kesakitan!”

Hari demi hari berganti, Kirana bertambah dewasa dan semakin manis. Ia tetap Kirana yang sama, gadis dengan pita merah jambu yang dahulu sering melintas menuju taman. Kirana tetap ingat dengan seorang peri yang dulu pernah ia temui, yang sekarang tak pernah dapat ia lihat lagi. Karena ia sudah dewasa sekarang. Begitu banyak yang pernah is sembuhkan, orang-orang sudah mengenal Kirana, memperbaiki rumah yang hancur, menolong seorang kakek yang menderita asma, membebat luka seorang pincang dan mengeringkan tangisan anak-anak yang sedih alang-kepalang.

Ada satu yang masih belum Kirana sembuhkan. Ia masih takut, dan masih tak percaya kemampuannya untuk menyembuhkan yang satu ini, namun hari ini, tekad Kirana sudah kuat. Ia ingin menyembuhkan hatinya. Hati yang lama sakit karena ayah tak pernah kembali.

Perlahan, Kirana menyentuh dada kirinya. Ia berdoa. Semoga ia dapat memaafkan dan tetap menyayangi ayahnya seperti yang selalu ia lakukan. Ia berdoa, semoga ia tak perlu lagi sedih jika tak bisa menemui ayah. Toh ia masih selalu punya mimpi dan kenangan.

Matanya terpejam. Kirana melantunkan doa yang panjang. Sementara hatinya perlahan-lahan menyatukan kepingan-kepingannya lagi.

Kirana telah sembuh.

No comments: